Jumat, 20 Maret 2009

ASPEK HUKUM

A. Komitmen dan Kebijakan
1. UU No.01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Upaya mengatasi permasalahan K3 ada hakekatnya merupakan tanggung jawab dan kepentingan bersama semua pihak, yaitu : pengusaha, tenaga kerja maupun pemerintah. Upaya tersebut tersurat daam UU No.01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai, yaitu :
Tujuan Umum :
a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat dwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas kerja.
b. Melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja yang selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
c. Melindungi bahan dan peralatan produksi agar dapat digunakan secara aman dan efsien.
Tujuan Khusus :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.
b. Menciptakan mesin, instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil produksi yang aman.
c. Menciptakan lingkungan erja dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyeseuaian antara pekerjaan dengan manusia atau antara mansuia dengan pekerjaan.

2. Kepmennaker No. 05/en/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
Pasal 3 menyatakan :
(1). bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang di timbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
(2). Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oeh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.

B. Perencanaan
Syarat-syarat K3 (pasal 3 dan 4 Undang-undang No.01 tahun 1970).
Berdasarkan pasal 3 ndang-undang No.01 tahun 1970 bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan lingkungan kerja anatara lain :
- memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
- Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
- Mencegah dan mengendalikan diri tibulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
- Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
- Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
- Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
- Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
- Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerja.
Pada pasal 4 dinyatakan syarat-syarat K3 tersebut di mulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, barang, prouk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

C. Penerapan
1. Pengorganisasian.
a. Pelayanan Kesehatan Kerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 03/Men/1982 pasal 2 bahwa tugas pkok pelayanan kesehatan kerja meliputi :
(1). Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
(2). Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilikan alat pelindaung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makan di tempat kerja.
b. P2K3 ;
Berdasarkan Permennaker No. Per. 04/men/1987 tentang P2K3 Pasal 4 bahwa fungsi P2K3 dalam penerapan SMK3, adalah :
- Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan penyelenggaraan makanan di perusahaan.
- Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
- Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja.
- Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja.
c. SDM yang kompeten :
1) Dokter.
Dokter yang mempunyai komepetnsi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan teaga kerja, memimpin dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja adalah dokter yang sesuai dengan Permenaker No. Per. 02/Men/1980 yaitu dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah mengikuti kursus hiperkas sesuai dengan Permenaker Transkop No. Per 01/Men/1976 dan syarat-syarat lain yang dibenarkan/disyahkan oleh Dirjen Binawas.
Latihan hiperkas ini merupakan syarat mutlak untuk dapat dibenarkan/disyahkan sebagai dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja dimaksud dalam pasal 8 Undang-undang No.01/1970.
2) Paramedis
Paramedis perusahaan sesuai dengan Permennaker Transkop No. Per.01/Men/1979, harus mendapatkan latihan dalam bidnag higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja.
Latihan ini merupakan syarat bagi tenaga Paramedis untuk dapat menyelenggarakan pelayanan hiperkes di perusahaan, atas petunjuk dan bimbingan dokter perusahaan.

2. Pelaksanaan dan Implementasi.
Terdapat beberapa ketentuan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan kerja, seperti :
a. UU no. 03 tahun 1969 tentang Persetujuan onvensi Organisasi Perburuhan Internasional No.120 mengenai hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
Pada undang-undang ini dinyatakan azas-azas umum yangmengatur kebersihan, ventilasi, penerangan, suhu dan ergonomi.
b. Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja.
Syarat-syarat yang diatur antara lain : ruang udara setiap orang minimal 10 – 15 meter kubik; jumlah WC minimal tersedia 1 WC untuk setiap 15 orang; syarat dapur dan air bersih; syarat-syarat tempat duduk; pencahayaan untuk kantor minimal 300 lux, dll.
c. Kepmenaker No. Kep. 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Pada Kepmenaker ini ditetapkan Nilai Ambang Batas untuk iklim lerja, kebisingan, getaran, radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro, dan radiasi sinar ultra ungu.
d. SE Menaker No. SE.01/Men/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
Terdapat lebih dari 600 Nilai Ambang Batas bahan-bahan kimia yang digunakan di tempat kerja

D. Pemantauan dan Evaluasi
1. Pemantauan Lingkungan Kerja.
Untuk membatasi pemajanan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh faktor fifika di tempat kerja dan faktor kimia di udara lingkungan kerja ditetapkan dengan Nilai Ambang Batas yang tercantum pada Kepmenaker No. Kep. 51/Men/1999 dan SE menaker No. SE 01/Men/1997.
2. Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
Berdasarkan Permenaker No. Per.02/Men/1980, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi ksehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangktan dan tenaga kerja lainnya yang dapat dijamin.
Pemeriksaan kesehatan berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.
Pemeriksaaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu.
Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan haruslah sesuai dengan resiko bahaya yang ada di tempat kerja.
3. Pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
a. Berdasarkan Undang-undang No. 03 tahun 1992 tentagn Jaminan Sosial Tenaga Kerja, bahwa dikeluarkannya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindaungan jaminan sosial kepada setiap tenaga kerja melalui mekanisme asuransi.
Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-undang ini meliputi :
1) Jaminan Kecelakaan Kerja.
2) Jaminan Kematian.
3) Jaminan Hari Tua.
4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Dalam jaminan kecelakaan kerja pekerja yang mengalami kecelakaan dan termasuk penyakit akibat kerja akan mendapatkan kompetensi, disamping biaya pengobatan dan perawatan.
b. Keputusan Presiden No.22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.
Di dalam peraturan ini terdapat 31 kelompok penyakit yang timbul karena hubungan kerja, sebagian besar disebabkan oleh lingkungan kerja.

4. Permenaker No. Per. 05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Penerapan SMK3 dapat di ukur melalui audit SMK3.

E. Tinjauan Ulang dan Peningkatan Yang Berkesinambungan
Aspek tinjauan ulang dan peingkatan yang berkesinambungan ini dapat dilaksanakan oleh :
1. Pelayanan Kesehatan Kerja.
2. P2K3.
Tujuan P2K3 sesuai dengan Permenaker No.04/Men/1987 tentang P2K3 adalah memberikan saran dan pertimbangan baik di minta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah K3.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, salah satu fungsinya adalah membantu pengusaha atau pengurus dalam :
1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja ;
2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik ;
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja;
4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan ;
5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan keja dan ergonomi.












Bagian Kelima Pemeriksaan Kesehatan Pasal 19 :
(1). Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat jasmani dan rohani serta serendah-rendahnya berusia 18 (delapan belas) tahun.
Penjelasannya :
syarat sehat jasmani dan rohani dari setiap calon pekerja dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dokter yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan disetujui instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan, atau rumah sakit umum atau Badan Pelaksana.
(2). Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Penjelasannya :
Pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh meliputi hal-hal sebagai berikut ;
1. Pemeriksaan kesehatan yang lengkap dengan memperhatikan jenis pekjerjaan yanga akan dilakukan oleh calon pekerja radiasi yang meliputi riwayat kesehatan dan latar belakang kesehatan keluarganya dan pengujian klinis.
2. Pemeriksaan khusus pada organ yang dianggap peka terhadap radiasi dipandang dari jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh calon pekerja radiasi, misalnya dengan cara pemeriksaan haemotologi, dermatologi, opthalmologi, paru-paru, neurologi dan atau kandungan.
Sedang yang dimaksud rumah sakit umum adalah rumah sakit Pemerintah tipe A dan tipe B atau rumah sakit swasta madya dan utama.
(3). Pemeriksaan kesehatan sebagai-mana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh dokter yang ditunjuk pengusaha instalasi dan disetujui oleh instansi yang berwenang dibidang ketenaga-kerjaan, rumah sakit umum, atau Badan Pelaksana.
(4). Jenis pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan pengawas setelah berkonsultasi dengan instansi yang berwenang dalam bidang kesehatan.



Pasal 20
(1) Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi setiap pekerja radiasi secara berkala selama bekerja sekurang-kurangnya sekali dalam1 (satu) tahun.
Penjelasannya :
Pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radiasi meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus pada organ yang dianggap peka terhadap radiasi.
(2) Apabila dipandang perlu pengusaha instalasi dapat melakukan pemeriksaan khusus.
Penjelasannya :
Pemeriksaan khusus yang dimaksud adalah antara lain apabila terjadi penerimaan dosis lebih (over exposure) atau jika terjadi kecelakaan.

Pasal 21
(1) Pengusaha instalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja secara teliti dan menyeluruh kepada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan disetujui instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan, rumah sakit umum, atau Badan Pelaksana.
(2) Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada pekerja radiasi yang bersangkutan.
Penjelasannya :
Hasil pemeriksaan kesehatan ini harus dicatat. Catatan kesehatan pekerja radiasi selama masa bekerja ini penting, sebab apabila pekerja tersebut akan bekerja di instalasi lain, maka catatan kesehatan tersebut akan diminta dan diperlukan oleh pengusaha instalasi yang baru.



Pasal 22
Pengusaha instalasi harus melaksanakan pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu kesehatan dan menyimpan kartu tersebut di bawah pengawasan dokter atau ptugas lain yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi.
Penjelsannya :
Yang dimaksud dengan kartu kesehatan adalah catatan yang berisi informasi mengenai keadaan kesehatan pekerja radiasi termasuk lampiran hasil pemeriksaan seperti rontgen, hasil laboratorium.

Pasal 23
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksan kesehatan bagi pekerja radiasi yang diduga menerima paparan radiasi berlebihan.

Pasal 24
Biaya pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 adalah tanggungjawab pengusaha instalasi yang bersangkutan.
Penjelasannya :
Yang dimaksud biaya pemeriksaan kesehatan termasuk biaya tindakan medik lanjutan.
Beberapa kalimat kunci yang harus dipahami dan diingat oleh seorang radiografer dari uraian Pasal dan ayat diatas adalah sebagai berikut :
1. Pekerja radiasi harus sehat jasmani dan rohani.
2. Serendah-rendahnya berusia 18 tahun pada awal menjadi pekerja radiasi.
3. Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan oleh pengusaha instalasi secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
4. Pengusaha instalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja.
5. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja harus diberikan kepada pekerja.
6. Biaya pemeriksaan kesehatan adalah tanggung jawab pengusaha instalasi.
7. Pengusaha instalasi adalah perseorangan atau badan hukum yang bertanggung jawab dalam pengoperasian instalasi nuklir.
Sebagai upaya terciptanya keselamatan, kesehatan, dan kemashlahatan hidup Radiografer 10 (sepuluh) hal penting yang harus dilakukan adalah :
1. Bekerja mengikuti standar prosedur pemeriksaan secara baik dan benar.
2. Menjunjung tinggi kode etik profesi sebagai acuan moral.
3. Menjunjung tingi dan melaksanakan konsep ALARA dengan penuh tanggung jawab.
4. Bekerja mengikuti prinsip-prinsip teknik radiografi, radioterapi, kedokteran nuklir, dan imejing.
5. Menjaga kesehatan dalam kondisi prima.
6. Menjaga keutuhan nilai-nilai rohani dan spiritual.
7. Melaksanakan model bekerja tim secara baik.
8. Menggunakan alat pelindung diri (APD).
9. Menggunakan dan memeriksakan catatan dosis pekerja secara berkala (personal monitoring badge).
10. Melakukan pekerjaan dengan ikhlas dan penuh tanggung-jawab agar tercipta kualitas pelayanan yang optimsl untuk memberikan kepuasan pasien (customer satisfaction).
Seiring dengan pemahaman dari uraian diatas maka sesungguhnya keberanian untuk menuntut hak bagi seorangpekerja radiasi dalam hal ini adalah dilakukannya pemeriksaan kesehatan bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Namun demikian kewajiban yang harus dilakukan tentunya adalah sebuah tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan karena adanya tuntutan hak.

Seorang radiografer harus merasa bangga karena dapat menjadi bagian dari kehidupan ini sebagai pelayan, pemberi, penolong yang sekaligus menjadi obat bagi kesembuhan pasien bila dapat melakukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar