Jumat, 20 Maret 2009

ASPEK HUKUM

A. Komitmen dan Kebijakan
1. UU No.01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Upaya mengatasi permasalahan K3 ada hakekatnya merupakan tanggung jawab dan kepentingan bersama semua pihak, yaitu : pengusaha, tenaga kerja maupun pemerintah. Upaya tersebut tersurat daam UU No.01 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan merupakan suatu tujuan yang hendak dicapai, yaitu :
Tujuan Umum :
a. Melindungi tenaga kerja di tempat kerja agar selalu terjamin keselamatan dan kesehatannya sehingga dapat dwujudkan peningkatan produksi dan produktivitas kerja.
b. Melindungi setiap orang lain yang berada di tempat kerja yang selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
c. Melindungi bahan dan peralatan produksi agar dapat digunakan secara aman dan efsien.
Tujuan Khusus :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja.
b. Menciptakan mesin, instalasi, pesawat, alat, bahan dan hasil produksi yang aman.
c. Menciptakan lingkungan erja dan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan penyeseuaian antara pekerjaan dengan manusia atau antara mansuia dengan pekerjaan.

2. Kepmennaker No. 05/en/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
Pasal 3 menyatakan :
(1). bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang di timbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja, seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
(2). Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oeh pengurus, pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai satu kesatuan.

B. Perencanaan
Syarat-syarat K3 (pasal 3 dan 4 Undang-undang No.01 tahun 1970).
Berdasarkan pasal 3 ndang-undang No.01 tahun 1970 bahwa syarat-syarat keselamatan kerja yang berkaitan dengan lingkungan kerja anatara lain :
- memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
- Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
- Mencegah dan mengendalikan diri tibulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan.
- Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
- Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
- Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
- Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
- Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerja.
Pada pasal 4 dinyatakan syarat-syarat K3 tersebut di mulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bahan, barang, prouk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

C. Penerapan
1. Pengorganisasian.
a. Pelayanan Kesehatan Kerja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per. 03/Men/1982 pasal 2 bahwa tugas pkok pelayanan kesehatan kerja meliputi :
(1). Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja.
(2). Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilikan alat pelindaung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makan di tempat kerja.
b. P2K3 ;
Berdasarkan Permennaker No. Per. 04/men/1987 tentang P2K3 Pasal 4 bahwa fungsi P2K3 dalam penerapan SMK3, adalah :
- Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan penyelenggaraan makanan di perusahaan.
- Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
- Mengembangkan pelayanan kesehatan kerja.
- Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene perusahaan dan kesehatan kerja.
c. SDM yang kompeten :
1) Dokter.
Dokter yang mempunyai komepetnsi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan teaga kerja, memimpin dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja adalah dokter yang sesuai dengan Permenaker No. Per. 02/Men/1980 yaitu dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah mengikuti kursus hiperkas sesuai dengan Permenaker Transkop No. Per 01/Men/1976 dan syarat-syarat lain yang dibenarkan/disyahkan oleh Dirjen Binawas.
Latihan hiperkas ini merupakan syarat mutlak untuk dapat dibenarkan/disyahkan sebagai dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja dimaksud dalam pasal 8 Undang-undang No.01/1970.
2) Paramedis
Paramedis perusahaan sesuai dengan Permennaker Transkop No. Per.01/Men/1979, harus mendapatkan latihan dalam bidnag higiene perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja.
Latihan ini merupakan syarat bagi tenaga Paramedis untuk dapat menyelenggarakan pelayanan hiperkes di perusahaan, atas petunjuk dan bimbingan dokter perusahaan.

2. Pelaksanaan dan Implementasi.
Terdapat beberapa ketentuan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan kerja, seperti :
a. UU no. 03 tahun 1969 tentang Persetujuan onvensi Organisasi Perburuhan Internasional No.120 mengenai hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
Pada undang-undang ini dinyatakan azas-azas umum yangmengatur kebersihan, ventilasi, penerangan, suhu dan ergonomi.
b. Peraturan Menteri Perburuhan No. 07 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja.
Syarat-syarat yang diatur antara lain : ruang udara setiap orang minimal 10 – 15 meter kubik; jumlah WC minimal tersedia 1 WC untuk setiap 15 orang; syarat dapur dan air bersih; syarat-syarat tempat duduk; pencahayaan untuk kantor minimal 300 lux, dll.
c. Kepmenaker No. Kep. 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Pada Kepmenaker ini ditetapkan Nilai Ambang Batas untuk iklim lerja, kebisingan, getaran, radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro, dan radiasi sinar ultra ungu.
d. SE Menaker No. SE.01/Men/1997 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
Terdapat lebih dari 600 Nilai Ambang Batas bahan-bahan kimia yang digunakan di tempat kerja

D. Pemantauan dan Evaluasi
1. Pemantauan Lingkungan Kerja.
Untuk membatasi pemajanan terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh faktor fifika di tempat kerja dan faktor kimia di udara lingkungan kerja ditetapkan dengan Nilai Ambang Batas yang tercantum pada Kepmenaker No. Kep. 51/Men/1999 dan SE menaker No. SE 01/Men/1997.
2. Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
Berdasarkan Permenaker No. Per.02/Men/1980, pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal ditujukan agar tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi ksehatan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangktan dan tenaga kerja lainnya yang dapat dijamin.
Pemeriksaan kesehatan berkala dimaksudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan.
Pemeriksaaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu.
Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan haruslah sesuai dengan resiko bahaya yang ada di tempat kerja.
3. Pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
a. Berdasarkan Undang-undang No. 03 tahun 1992 tentagn Jaminan Sosial Tenaga Kerja, bahwa dikeluarkannya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindaungan jaminan sosial kepada setiap tenaga kerja melalui mekanisme asuransi.
Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-undang ini meliputi :
1) Jaminan Kecelakaan Kerja.
2) Jaminan Kematian.
3) Jaminan Hari Tua.
4) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Dalam jaminan kecelakaan kerja pekerja yang mengalami kecelakaan dan termasuk penyakit akibat kerja akan mendapatkan kompetensi, disamping biaya pengobatan dan perawatan.
b. Keputusan Presiden No.22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.
Di dalam peraturan ini terdapat 31 kelompok penyakit yang timbul karena hubungan kerja, sebagian besar disebabkan oleh lingkungan kerja.

4. Permenaker No. Per. 05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Penerapan SMK3 dapat di ukur melalui audit SMK3.

E. Tinjauan Ulang dan Peningkatan Yang Berkesinambungan
Aspek tinjauan ulang dan peingkatan yang berkesinambungan ini dapat dilaksanakan oleh :
1. Pelayanan Kesehatan Kerja.
2. P2K3.
Tujuan P2K3 sesuai dengan Permenaker No.04/Men/1987 tentang P2K3 adalah memberikan saran dan pertimbangan baik di minta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah K3.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, salah satu fungsinya adalah membantu pengusaha atau pengurus dalam :
1) Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja ;
2) Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik ;
3) Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja;
4) Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan ;
5) Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan keja dan ergonomi.












Bagian Kelima Pemeriksaan Kesehatan Pasal 19 :
(1). Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat jasmani dan rohani serta serendah-rendahnya berusia 18 (delapan belas) tahun.
Penjelasannya :
syarat sehat jasmani dan rohani dari setiap calon pekerja dibuktikan dengan hasil pemeriksaan dokter yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan disetujui instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan, atau rumah sakit umum atau Badan Pelaksana.
(2). Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan awal secara teliti dan menyeluruh, untuk setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Penjelasannya :
Pemeriksaan secara teliti dan menyeluruh meliputi hal-hal sebagai berikut ;
1. Pemeriksaan kesehatan yang lengkap dengan memperhatikan jenis pekjerjaan yanga akan dilakukan oleh calon pekerja radiasi yang meliputi riwayat kesehatan dan latar belakang kesehatan keluarganya dan pengujian klinis.
2. Pemeriksaan khusus pada organ yang dianggap peka terhadap radiasi dipandang dari jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh calon pekerja radiasi, misalnya dengan cara pemeriksaan haemotologi, dermatologi, opthalmologi, paru-paru, neurologi dan atau kandungan.
Sedang yang dimaksud rumah sakit umum adalah rumah sakit Pemerintah tipe A dan tipe B atau rumah sakit swasta madya dan utama.
(3). Pemeriksaan kesehatan sebagai-mana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan oleh dokter yang ditunjuk pengusaha instalasi dan disetujui oleh instansi yang berwenang dibidang ketenaga-kerjaan, rumah sakit umum, atau Badan Pelaksana.
(4). Jenis pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Badan pengawas setelah berkonsultasi dengan instansi yang berwenang dalam bidang kesehatan.



Pasal 20
(1) Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan bagi setiap pekerja radiasi secara berkala selama bekerja sekurang-kurangnya sekali dalam1 (satu) tahun.
Penjelasannya :
Pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radiasi meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus pada organ yang dianggap peka terhadap radiasi.
(2) Apabila dipandang perlu pengusaha instalasi dapat melakukan pemeriksaan khusus.
Penjelasannya :
Pemeriksaan khusus yang dimaksud adalah antara lain apabila terjadi penerimaan dosis lebih (over exposure) atau jika terjadi kecelakaan.

Pasal 21
(1) Pengusaha instalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja secara teliti dan menyeluruh kepada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan disetujui instansi yang berwenang di bidang ketenagakerjaan, rumah sakit umum, atau Badan Pelaksana.
(2) Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada pekerja radiasi yang bersangkutan.
Penjelasannya :
Hasil pemeriksaan kesehatan ini harus dicatat. Catatan kesehatan pekerja radiasi selama masa bekerja ini penting, sebab apabila pekerja tersebut akan bekerja di instalasi lain, maka catatan kesehatan tersebut akan diminta dan diperlukan oleh pengusaha instalasi yang baru.



Pasal 22
Pengusaha instalasi harus melaksanakan pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan setiap pekerja radiasi dalam kartu kesehatan dan menyimpan kartu tersebut di bawah pengawasan dokter atau ptugas lain yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi.
Penjelsannya :
Yang dimaksud dengan kartu kesehatan adalah catatan yang berisi informasi mengenai keadaan kesehatan pekerja radiasi termasuk lampiran hasil pemeriksaan seperti rontgen, hasil laboratorium.

Pasal 23
Dalam hal terjadi kecelakaan radiasi, pengusaha instalasi harus menyelenggarakan pemeriksan kesehatan bagi pekerja radiasi yang diduga menerima paparan radiasi berlebihan.

Pasal 24
Biaya pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23 adalah tanggungjawab pengusaha instalasi yang bersangkutan.
Penjelasannya :
Yang dimaksud biaya pemeriksaan kesehatan termasuk biaya tindakan medik lanjutan.
Beberapa kalimat kunci yang harus dipahami dan diingat oleh seorang radiografer dari uraian Pasal dan ayat diatas adalah sebagai berikut :
1. Pekerja radiasi harus sehat jasmani dan rohani.
2. Serendah-rendahnya berusia 18 tahun pada awal menjadi pekerja radiasi.
3. Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan harus dilakukan oleh pengusaha instalasi secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun.
4. Pengusaha instalasi harus memeriksakan kesehatan pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja.
5. Hasil pemeriksaan kesehatan pekerja harus diberikan kepada pekerja.
6. Biaya pemeriksaan kesehatan adalah tanggung jawab pengusaha instalasi.
7. Pengusaha instalasi adalah perseorangan atau badan hukum yang bertanggung jawab dalam pengoperasian instalasi nuklir.
Sebagai upaya terciptanya keselamatan, kesehatan, dan kemashlahatan hidup Radiografer 10 (sepuluh) hal penting yang harus dilakukan adalah :
1. Bekerja mengikuti standar prosedur pemeriksaan secara baik dan benar.
2. Menjunjung tinggi kode etik profesi sebagai acuan moral.
3. Menjunjung tingi dan melaksanakan konsep ALARA dengan penuh tanggung jawab.
4. Bekerja mengikuti prinsip-prinsip teknik radiografi, radioterapi, kedokteran nuklir, dan imejing.
5. Menjaga kesehatan dalam kondisi prima.
6. Menjaga keutuhan nilai-nilai rohani dan spiritual.
7. Melaksanakan model bekerja tim secara baik.
8. Menggunakan alat pelindung diri (APD).
9. Menggunakan dan memeriksakan catatan dosis pekerja secara berkala (personal monitoring badge).
10. Melakukan pekerjaan dengan ikhlas dan penuh tanggung-jawab agar tercipta kualitas pelayanan yang optimsl untuk memberikan kepuasan pasien (customer satisfaction).
Seiring dengan pemahaman dari uraian diatas maka sesungguhnya keberanian untuk menuntut hak bagi seorangpekerja radiasi dalam hal ini adalah dilakukannya pemeriksaan kesehatan bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Namun demikian kewajiban yang harus dilakukan tentunya adalah sebuah tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan karena adanya tuntutan hak.

Seorang radiografer harus merasa bangga karena dapat menjadi bagian dari kehidupan ini sebagai pelayan, pemberi, penolong yang sekaligus menjadi obat bagi kesembuhan pasien bila dapat melakukan
PENYAKIT AKIBAT KERJA
Kemajuan teknologi, pengunaan bahan kimia, perubahan sikap dan perilaku, pengembangan system manajemen serta cara deteksi lingkungan kerja berpengaruh pada kesehatan dan keselamatan ditempat kerja yang tercemin pada peningkatan upaya pengenalan, penilaian dan pengendalian aspek tersebut sebagai perlindungan bagi pekerja
Pendapat bahwa kejadian kecelakaa, timbulnya penyakit atau peristiwa bencana lain yang mungkin dialami oleh industri beserta pekerjanya merupakan risiko yang harus dihadapi tanpa bias dihindari, telah mulai banyak ditinggalkan. Sebailiknya kegiatan hygiene perusahaan, ergonomic, kesehatan dan keselamatan kerja yang mengupayakan terciptanya tempat kerja aman, nyaman dan hygienis serta tenaga kerja sehat, selamat dan produktif, semakin banyak dibutuhkan
Mengenal dan memahami berbagai aspek penyakit akibat kerja sebagai salah satu risiko akibat pekerjaaan atau lingkungan kerja, merupakan langkah awal guna meminimalisasi akibat yang tidak dikehendaki. Sikap menunggu atau membiarkan seorang pekerja menderita sakit akibat kerja. Apalagi jika dikaitkan dengan kemungkinan kompensasi bagi yang bersangkutan, jelas merupakan tindakan yang kontra produktif dan sangat merugikan.

DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA
Pada waktu memasuki lapangan kerja atau awal bekerja dalam suatu industri/perusahaan status kesehatan eseorang mungkin sangat bervariasi . meskipun seleksi untuk memperoleh tenaga kerja yang sehat atau fit telah dilakukan melalui pemeriksaan awal ( pre employment medical examination) namun bukan merupakan jaminan bahwa yang bersangkutan benar – benar bebas dari kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit. Factor genetic, lingkungan social, perilaku atau kebiasaan, gizi dan sebagainya, senantiasa merupakan factor yang tidak dapat diabaika.pemajanan ditempat kerja beserta berbagai factor lainnya (lama tingkat risiko, ad tidak pemantauan/pengendalian0 kemungkinan mempengaruhi keadaa kesehatan seorang pekerja.
Dalam menentukan diagnosis penyakit yang diderita seorang pekerja, seorang dokter aka menghadapi berbagai permasalahan terutama dalam mencari ada tidaknya hubungan antara pekerjaan dengan kondisi kesehatannya. Berbagai variable yang berkaitan dengan pekerjaan tempat lingkungan kerja bahan proses kerja dan teknologi pengendalian, mempengaruhi terjadi atau tidaknya gangguan kesehatan penyakit pada pekerja.
Oleh karenanya seorang pekerja dapat mengalami berbagai penyakit yang dapat dikelompokan dalam :
1. Penyakit yang juga diderita oleh masyarakat umum lainnya (general diseae)
2. Penyakit yang berhubunga/berkaitan dengan pekerjaan tetapi bukan akibat pekerjaan atau lingkungan kerja ( work related disease)
3. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (occupational disease)
Kemampuan mendiagnosis dan membedakan ketiga jenis penyakit tersebut perlu dimiliki oleh dokter perusahaan khususnya dalam hal penyakit akibat kerja (occupation disease) dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaaan (work related disease)
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01/1981 tentang kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja disebutkan bahwa : penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oelh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Menurut WHO (1985) pengertian tentang kedua penyakittersebut masing – masing adalah:
 Occupational disease : the relationship to specific causative factors at work has been fully established and the factors concerned can be identified, measured and eventually controlled
 Work related disease: “may be partially caused by adverse working conditions. They may be aggravated, accelerated or exacerbated by workplace exposures and may impair working capacity. Personal characteristics, environmental and socio cultural factors usually play a role a risk factors and often more common than occupational disease”
Ketidak tepatan dalam mendiagnosis penyakit tersebut akan banyak merugikan pekerja. Perusahaan maupun pihak asuransi. Penyakit akibat kerja yang dilami oleh pekerja memungkinka untuk mendapatkan kompensasi/ganti rugi sedang penyakit umum dan work related disease bukan termasuk kategori penyakit yang dapat diberikan ganti rugi ( non compensable)
Secara umum perbedaannya adalah seperti tercantum berikut ini :
Occ disease work related disease
Populasi pekerja populasi masyarakat
Penyebab:spesifikasi Penyebab:multi factor
Pemajanan ditempat kerja pemajanan ditempat kerja
sangat menentukan merupakan salah satu factor
kompensasi kompensasi
contoh : Keracunan Pb contoh : Hipertensi
asbestos Bronkhitis
Silicosis Tuberculosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja benar – benar memerluka suatu ”keahlian” khusus disamping perlunya pertisipasi dan kerja sama dengan berbagai disiplin lainnya seperti ahli higiene perusahaan, ahli kesehatan kerja, ahli toksikologi atau dokter spesialis lainnya
Sacara garis besar, ringkaan berikut dapat merupakan pedoman untuk diagnosis :
Bernadine Ramazinni (1637-1714 ) dalam”de Morbis Artificum Diatriba”
Mengajuka satu pertanyaan yang sangatspesifik yakni : WHAT IS YOUR JOB? Yang sangat relevan untuk :
a). Menilai hubungan pekerjaan dengan penyakit
b). Memprediksi kemungkinan ada pengaruh jangka panjang/kronis dan kekambuha suatu Penyakit
c). Mengetahui status/tingkat pendidikan/status sosioekonomi
- Secara teknis penegakan diagnosis dilakukan melalui :
1). Anamnesis / wawancara meliputi : identitas, riwayat ksehatan, riwayat penyakit, keluhan
2). Riwayat pekerjaan ( kunci awal untuk diagnosis )
Sejak pertama kali bekerja
Kapan, bila mana, apa yang dikerjakan, bahan digunakan, jenis bahaya yang ada. Kejadian sama dengan kejadian lain, pemakai alat pelindung diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaaan lain yang dikerjkan, kegemaran (hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol)
Sesuai tingkat pengetahuan, pemahama pekerja
3). Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja
Waktu bekerja gejala tibul/leih berat, waktu tidak bekerja/istirahat gejala berkurang/hilang
Perhatikan juga kemungkinan pemajanan diluar tempat kerja
Informasi tentang ini dapat ditanyaka dalam amnesis atau dari data penyakit diperusahaan
4). Pemeriksaan fisik yang dilakuka dokter dengan catatan
Gejala dan tanda mungki tidak spesifi
Pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnosis klinik
Dugaan penyakit kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedi
5). Pemeriksaan laboratorium khuus/pemeriksaan Biomedik
Misal pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumoconiosis-pembacaan standart ILO
Pemeriksaan audiometri
Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/urin
6). Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan yang memerlukan :
Kejasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan
Kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada
Pengenalan langsung cara sistem kerja,intensitas dan lama pemajanan
7). Konsultasi keahlian medis/keahlia lain
Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik kemudian dicari faktor kausa ditempat kerja, atau melalui pengamatan/penelitian yang relatif lebih lama.
Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan dengan kompensasi
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01/1981 tentang Kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja tercantum 30 jenis penyakit. Sedang Keputusan Presiden Republik Indonesia no.22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubunga memuat jenis penyakit yang sama, ditambah : ”penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat”
Daftar selengkapnya adalah sebagai berikut :
1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, sebestosis) dan silikotuberkulosis yang yang sislikosisny merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian
2. penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras
3. penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissiosis)
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sbagai akibat penghirupan debu organik
6. penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun
7. penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun
8. penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun
9. penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun
10. penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun
11. penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun
12. penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun
13. penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun
14. penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun
15. penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida
16. penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen atau persenyawaan hidrokarbon
alifatik atau aromatik yang beracun
17. penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun
18. penyakit yang disebabkan oleh derivat nitrodan amina dari benzena atau homolognya yang beracun
19. penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya
20. penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton
21. penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida,idrogensianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel
22. Kelainan pendengara yang disebabkan oleh kebisingan
23. penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-keainan otot,urat tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi)
24. penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih
25. penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang mengion
26. penyakit kulit ( dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik kimiawi atau biologik
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan produk residu dari zat tersebut
28. Kanker Paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri tau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memilii risiko kontaminasi khusus
30. penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi
31. penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat
dalam kaitan dengan kompensasi, penyakit yang tercantum dalam daftar tersebut merupakan penyakit yang dianggap sebagai kecelakaan kerja dan dapat memperoleh ganti rugi/kompensasi. Penilaian kecacatan diperhitungkan berdasarkan kecacatan fungsi yang terjadi dan masih dapat diberikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak hubungan kerja diperusahaan berakhir.
Pabila acuan yang digunakan semata-mata hanya pada daftar penyakit, menentukan penyakit akibat kerja terlihat mudah dan sepenuhnya tergantung pada diagnosis dokter, akan tetapi sering terdapat berbagai hal yang merupakan kendala seperti :
1. Kesulitan dalam diagnosis penyakit akibat kerja :
Kekurang mampuan dan kesulitan menentuka apakah suatu penyakit merupakan penyakit akibat kerja atau bukan sering dihadapi oleh seorang dokter sehingga pelaporan penyakit akibat kerja sangat sdikit. Hal tersebut sering digambarkan sebagai ”ice berg phenomen” berupa :
Oleh karenanya ”keahlian” atau ”expertise” khusus perlu dimiliki oleh dokter, disamping perlunya kerjasama dengan bebagai keahlian.
2. Data pendukung diagnosis penyakit akibat kerja kurang, terutama hasil pengujian lingkungan kerja dan pemantauan bilogik. Pengujian lingkungan kerja umumnya tidak dimiliki oleh tiap perusahaan, padahal data yang diperoleh akan membatu penilaian tingkat pemaparan pada pekerja dan sekaligus juga menentukan langkah pengendalian selanjutnya, yakni dengan membandingkan hasil pengujian dengan NAB ( Nilai Ambang Batas) atau normal/standart lain yang berlaku demikian juga pemantauan biologik yang dilakukan khususnya pada pekerjaan dengan bahan kimia, serta pemeriksaan spesifik lainnya seperti pengujian audiometri, spirometri, rontgen fot dan sebagainya akan sangat berperan dalam menentukan ada tidaknya hubungan sebab akiabat suatu penyakit
3. Adanya beberapa ciri khusus penyakit akibat kerja yang sering kali merupakan kendala dala diagnosisseperti misalnya: timbulnya penyakit akibat kerja memerlukan jangka waktu yang lama, dan seperti telah disebutkan diatas penyakit akibat kerja sulit/tidak dapat disembuhkan atau diobati obat atau alat bantu yang diberikan oleh dokter hanya untuk mengurangi keluhan atau gejala yang ada atau sekedar memberi penawar agar penyakit tidak berlanjut. Hasil pembacaan pemeriksaan medik lainnya seringkali juga menunjukan adanya tanda yang spesifisik misalnya pada analisis audiogram berupa penurunan tajam pada frekuensi 4000Hz, hasil foto thorax dengan tanda khas untuk pneumoconiosis, nilai indeks biologik yang lebih besar atau sebagainya
4. pendapat atau persepsi salah yang masih sering terjadi yag kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap penyakit akibat kerja sebagai contoh : setiap penyakit atau gangguan kesehatan yang timbul pada sat bekerja dianggap sebagai penyakit akibat kerja atau dikaitkan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja misal : muntah darah atau batuk darah karena menghirup bahan kimia, pingsan karena bekerja ditempat panas, hernia karena mengangkat beban, stroke karena jatuh yang ternya disebabkan oleh faktor ”non occupation” dan merupakan penyakit yang tergolong ”work related”
Sebaliknya terdapat pula pendapat yang seolah – olah mengabaikan kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja

PENERAPAN UPAYA PENCEGAHAN
Secara totral perlu diterapkan sistem manajemen kesehatan kerja yang memerluka komitmen dan kebijakan pihak manajemen yang didukung oleh saling pengertian dan kerja sama antar semua pihak terkait dengan melaksanakan kegiatan seperti :
1. menerapkan pertura perundangan,yang hakekatnya merupakan upaa perlindungan dan pencegahan terhadap akibat yang merugikan perusahaan maupun tenaga kerja. Penerapan standar prosedur kerja, petunjuk cara kerja da penetapan norma kerja lainnya yang mengacu pada ditaatinya Undang-Undang dan berbagai peraturan yang berkaitan dengan Keselamatan Kerja
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE.01?MEN/1997 tentang NAB Faktor kimia diudara Lingkungan kerja. Kepmen Tenaga Kerja No.51/MEN/1999 tentang NAB faktor Fisika diTempat Kerja dan lain sebagainya merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
2. Identifikasi potensi bahaya da penilaian risiko melalui pengenala kondisi tempat kerja, cara bekerja dan berbagai faktor lingkungan kerja yang dapat dilakukan secara intern melalui kerjasama antar pengurus dan anggota P2K3, syupervisor dan pekerja. Analisis potensi bahaya dan penilaian risiko, merupakan hal penting dalam penerapan pencegahan.
3. pengujian dan pemantauan lingkungan kerja yang dilakukan guna memperoleh data mengenai faktor fisika, kimia, biologik, maupun ergonomik ditempat kerja, melalui pengujian menggunakan peralatan atau analisis laboratorium. Dari kegiatan tersebut dapat diketahui berapa tingkat kebisingan suhu udara, getaran, kadar debu, konsentrasi gas dan bahan kimia lain secara teratur atau pada saat proses produksi berjalan maksimal, memberika gambaran yang sesungguhnya tentang kondisi tempat kerja tersebut.
4. pengujian kesehatan tenaga kerja dan pemantauan biologik, terutama pengujian kesehatan berkala yang bertujuan untuk menuilai pengaruhpekerjaan pada pekerja dan seklaligus mendeteksi kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja. Pada kelompok pekerja tertentu seperti pekerja yang habis sakit atau mengalami kecelakaan dengan perawatan yang cukup lama, penyandang cacat atau pekerja dengan resiko tingi dilakukan pengujian kesehatan khusus. Pemantauan biologik digunakan untuk menentukan kelainan fungsi organ tubuh melailui penilaian kadar zat yang terserap, hasil metabolisme atas perubahan enzim dalam tubuh. Seperti disebutkan diatas, pemeriksaan lainnya sering diperlukan juga. Audiometri misalnya disamping bermanfaat untuk deteksi dini juga dapat m,enjadi pedoman untuk pencegahan selanjutnya
5. penerapan teknologi pengendalia faktor penyebab khususnya pada lingkungan kerja (hierarchy of control) yang bisa dibedakan dalam eliminasi atau meniadakan/menghilangkan sama sekali faktor penyebab sehingga dianggap sebagai cara yang paling ideal meskipun pelaksanaannya perlu mempertimbangkan berbagai apek yag berkaitan dengan produksi. Sebagai contoh bila dalam proses produksi digunakan bahan atau cara yang sangat berbahaya atau memiliki risiko yang berakibat fatal maka alternatifnya adalah hindari atau hilangkan samasekali.
Substitusi yakni mengganti suatu proses atau bahan yang berbahaya dengan yang kurang bahayanya namun menghasikan produk atau manfaat yang tidak berbeda misal mengganti asbestos dengan fiberglas, bahan karbon tetra dengan hydrocarbon, perubahan penggunaan wadah yang lebih kecil untuk mengganti yang lebih besar dalam proses pengepakan. Dalam pelaksanaan nya, cara substitusi ini perlu senantiasa dievaluasi kembali mengingat proses atau bahan pengganti dapat juga menimbulkan pengaruh lain.
Penegndalian teknis atau enginering control yang meliputi modifikasi atau penerapan cara teknis guna meminimalkan pemaparan pada pekerja misalnya melalui cara isolasi /pemisahan atau pemasangan penyekat,ventilasi lokal atau umum aau melalui proses otomatik serta penyelenggaraan tata rumah tangga yang baik ( good haouse Keeping) Metode ”enginering control” ini banyak dilakukan ditempat kerja dan sangat bermanfaat dalam upaya mencegah kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pemasangan alat pengaman mesin, penggunaan peralatan mekanik untuk penggunaan kegiatan angkat-angkut, tersedianya ruang panel/kendali, exhaust fan atau penyedot lainya, tata letak (lay out) yang memenuhi syarat, kebersihan dan kerapihan tempat kerja, merupakan contoh lebih rinci dari pengendalian teknik tersebut
Pengendalia administratif untuk mendukung cara pengendalian lainnya misalnya melalui peningkata higiene perorangan atau penyediaan fasilitas saniter, tanda peringatan pertimbangan aspek keselamatan dan kesehatan dalam proses pemeblian bahan/peralatan, petunjuk cara kerja yang sehat dan aman atau bahkan penerapan sistem rotasi untuk mengurangi pemaparan
Penggunaan alat pelindung diri oleh pekerja sebagai alternatif paling akhir atau diterapkan bersamaan dengan teknologi pengendaliaan lainnya. Kesulitan atau problem tertentu yang dikeluhkan baik oleh perusahaan atau pekerja sering pula terjadi,misalnya telah disediakan namun tidak digunaka, tidak tersediaatau tidak terpelihara dengan baik terasa tidak nyaman, kurang cocok menggangu pekerja da sebagainya. Pedoman umum untuk alat pelindung diri perlu diperhatikan, antara lain adalah pemilihannya benar sesuai untuk potensi bahaya yang dihadapi, pemeliharaan dilakuka secara teratur, dipakai secara benar atau apabila diperlukan, disimpan secara aman dan dipahami benar manfaatnya.
6. Pelatiha yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan, tidak hanya mengenai penyakit akibat kerja melainkan juga mengenai berbagai aspek higiene perusahaan, egonomi, kesehatan kerja melainkan juga mengenaiberbagai segi keselamatan kerja serta pengetahuan lain yang terkait. Pelatihan ini dapat diselenggarakan secara khusus maupun langsug pada saat sebelum, selama dan sesudah bekerja atau melalui forum komunikasi, diskusi, pertemuan dan sebagainya
7. Pemantauan dan evaluasi pada penerapan sistem, pencegahan yang disebut diatas melalui audit untuk menjawab berbagai pertanyaan seperti apakah potensi bahaya dan resiko masih belum berkurang, keluhan atau gangguan kesehatan yang ada, adakah penurunan kejadian kecelakaan atau penyakit, sejauh mana efektifitas alat pengendali yang digunakan, mungkinkah terdapat perubahan sikap atau persepsi terhadap penerapan kesehatan da keselamatan kerja da sebagainya.
Alternatif penerapan tentu saja berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung berbagai faktor, namun pilihan yang lebih banyak akan jauh lebih baik dibandingkan satu atau dua alternatif saja.
Harus diakui bahwa upaya pencegahan memang membutuhka biaya tenaga dan pikiran akan tetapi bila dibandingkan dengan kerugiian akibat terjadinya penyakit akibat kerja baik berupa penderita berkepanjangan yang dialami oleh penderita karena penyakit yang tidak terobati, biaya kompensasi / gant rrugi / santunan yang bagi penderita sebenarnya relatif tidak memadai beban moral, penurunan produktivitas kerja dan berbagai kerugia lainnya baik yang dialami pekerja maupu perusahaan, pencegahan tetap merupakan upaya yang paling baik.

DAFTAR PUSTAKA
Harrington JM & Gill F.S. Occupationnal Health (Pocket Consultant) Blackwell
Scientific Publication 3and ed 1992
Levy B.S. & Wegman D.H. Occupationnal Health.Recognizing and preventing
Work related disease. Little, Brown and Company, New York 3and d 19994
Mc. Cunney R.J. A. Pratical Approach To Occupationnal and Enviromental
Medicine. . Little, Brown and Company, New York 3and d 19994
Budiono A.M.S. Aspek pencegaha Penyakit Akibat Kerja. Majalah Hiperkes dan keselamatan Kerja Vol XXXIV No.2.2001
Zen C. Dickerson O.B.Horvath E.P.Occupational Medicine. Mosby Year Book Inc. St. Louis 3and d 19994






BEBERAPA PENYAKIT AKIBAT KERJJA KARENA PENGARUH BAHAN KIMIA

Hubungan antara pekerja dan kemungkinanan terjadinya gangguan kesehatan atau penyakit pada pekerja telah lama diketahu. Diawali oleh Bernardine Ramazinni (1633-1714) dalam bukunya yang berjudul ”De orbis Artifficum Diatriba” yang menambahkan pertanyaan ”apa pekerjaan anda”? Untuk mengetahui korelasi antara penyakit dan pekerjaan sseorang.
Penyakit akibat sering dianggap sebagai ”the Silent Killer” tidak saja merugikan pekerja yang tanpa sadar telah mengidap penyakit akibat pekerjaan atau lingkungan kerja, melainkan juga mengakibatkan kerugian sosial dan ekonomi serta menurunnya produktivitas.

BERBAGAI JENIS PENYAKIT.

1. Pnemokoniosis yang disebabkan oleh debu minerl pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis, yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian.
Pnemokoniosis merupaka golonga penyakit yang terjadi karena penimbunan debu dalam paru – paru dari kelompok ini yang terpenting adalah silikosis, yang disebabkan oleh penimbunan silika bebas (SiO2 ) dalam paru – paru .
Silikosis umumnya terdapat pada pekerja diperusahaan yang menghasilkan batu – batuan untuk bangunan, perusahaan granit, tambang timah putih, besi, batu bara, penggurindaan besi, pabrik besi dan baja, proses sandblasting dan lain sebagainya.
Antrakosilikosis yang disebabkan oleh silika bebas dan debu arang batu, sedang asbestosis merupakan pnemiokoniosis yang disebabkan oleh debu asbes, yakni campuran berbagai silikat, terutama magnesium silikat. Penyakit ini dapat dijumpai pada pengolahan asbes dan pengunaan asbes untuk keperluan pembangunan
2. Penyakit paru – paru dan saluran pernapasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras
Logam kera sperti kadmium, merkuri, mangan dan lain-lain mengakibatka kelainan saluran pernapasan. Uap kadmium oksida menimbulkan pnemonitis, edema paru, emfisema. Sedang uap air raksa merangsang saluran pernapasan, bronkhitis, erosif dan pnemonia. Debu manga, mengiritasi murkosa saluran napas dan mengakibatkan pnemonia.
3. Penyakit paru-paru dan saluran pernapasan (bronkopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas dan sisal (bissinosis)
Bissionosis tergolong pnemokoniosis yang disebabkan oleh debu kapas pada pekerja tekstil, terutama dibagian karding dan blowing. Masa inkubasi terpendek rata-rata 5 tahu, ditandai dengan gejala yang sesuai denga tindakan penyakit
Tingkat 0 : tidak ada gejala
Tingkat ½ : rasa berat didada, sesak napas atau rangsang saluran nafas pada hari senin
Tingkat 1 : gejala tersebut timbul pada hampir setiap hari senin
Tingkat 2 : rasa berat didada dan sesak nafas pada hari senin dan hari –hari
lainnya
Tingkat 3 : bissinonis dan cacat paru
4. asma akibat kerja yang disebabka oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsng yang dikenal dan berada dalam proses pekerjaan.
Asma akibat kerja dapat disebabkan oleh debu yang mengadung zat putih telur sebagai bahan alergen
5. alveolitis allergis dengan penyebab faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik
kelainan ini terjadi sebagai akibat infeksi jamur atau spora, misalnya karena jerami atau ampas tebu yang berjamur. Selain gangguan pernapaan terdapat juga demam karena infeksi
6. penyakit yang disebabkan oleh berrilium persenyawaan yang beracun
berrilium dijumpai pada pabrik peleburan/pencampuran logam, keramik pembuatan tabung flurescen, sumber tenaga ato. Meghirup debu yang mengandung berrilium berupa logam, oksida, sulfat, klorida dan fluorida menyebabka bronkhitis, pnemonitis, nasafaringitis dan thakheobronkhitis. Keracunan menahun mengakibatkan sarkoma paru, fibrosis pogresif dan korpulmonale
7. penyakt yang disebakan oleh kadmium atau persenyawan yng beracun
kadmium dijumpai pada pabrik peleburan / pencampuran logam, reaktor atom, pembuat zat warna, dan pabrik baterai. Manifestasinya berupa kelainan gnjal, kelainan tulang, anemi dan kehilangan penciuma.
8. penyakit yang disebabkan fosfor tau persenyawaan yang beracun
fosfor digunakan untuk pembuatan racun tikus dan serangga, petasan dan kembang api serta pembuatan pupuk. Fodfor terutama fosfor merah mengakibatkan kerusakan jaringan dengan mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein didalam hati. Keracunan mendadak ditandai dengan ikterus, degenerasi lemak, nekrose hati dan ginjal dan perdarahan erosi salura pencernaan
pada keracunan menahan terjadi nekrose dan sekruestrasi tulang terutama tlag rahang bawah, sedang fosfin yang merupakan senyawa fosfor dan air mengakibatkan hiperemi dan edema paru
9. penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaan yang beracun
krom banyak digunakan sebagai baha pelapis logam. Kelainan karena krom biasanya khas, antara lain berupa perforasi septum nasi, borok krom, pada kulit yang semakin bertambah dalam
10. penyakit yang disebabkan oleh magan atau persenyawaan yang beracun
keracunan biasanya karena menghiorup debu mangann diperusahaan baterai, korek ai, keramik, peleburan/pencampuran logam, pertambangan. Gejala keracunan antara lain berupa tidak dapt tidur siang, insomnia, nyeri otot, kejang, sempoyiongan pada waktu berjalan, gerakan diluar kesadaran yang bervariasi darivdari termor parkinson yang halus hingga gerakan kuat. Mungkin juga terdapat tanda propulsi, retropulsi dan paralisis agitans, tertawa atau menangis diluar keadaran , impulsif, ganguan bicara sampai afoni. Pernah dfilaporkan pula impotensi sebagai akibat keracunan bahan ini
11. penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaan yang beracun
dalam industri senyawa arsen digunakan pada pencairan dan pembersihan bijh, sublimasi arsen putih, pembuatan racun serangga dan racun jamur, pengawet kulit, bulu dan kayu serta bahan pembuat racun tikus
keracunan arsen bisa terjadi dala tigfa bentuk yang gejala dan tanda penyakitnya dapat berbeda pula, yakni:
karena senyawa arsen anorganik yang merupakan perangsang kulit dan selaput lendir, dan diduga bersifat karsinogenik.
Karena senyawa arsen dan air yang berefek hemolitik, dan
Karena senyawa organik, dapat bekerja aebagai peangsang lokal maupun sistemik
12. penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaan yang beracun
air raksa metalik atau uapnya dipergunakan dipabrik pengolahan biji menjadi logam murninya, proses pemisaha emas da [perak dengan mengunakan amalgam, pembuatan barometer, termometer, pembuatan lampu listrik berisi uap Hg dan lain lain. Karunan bahan ini menimbulkan gejala hipersalivasi, tremor, oretisme, stomatitis dan kadang-kadang merkurialentis
keracunan merkuri fulminan umumnya bersifat lokal pada kulit yang terkena, sedang keracunan senyawa air raksa logam atau uap yang umumnya manahun, dan ditandai dengan gejala gangguan saraf srta alat-alat dalam.
13. penyakit yang disebabkan oleh timah hitam atau persenyawaan yang beracun
keracunan timah hitam terjadi sebagai akibat senyawa timah hitam anorganik seperti jenis ”putih timah hitam” dan karena pengolahan senyawa timah hitam organik misalnya bahan tetra etil lead (TEL)
timah hitam anorganik dan senyawanya dijumpai pad pabrik aki, percetakan vulaknisasi karet, pekerjaan mengglasur gelas, menyolder, pembuatan kawat listrik, mainan anak-anak yang mengakibatkan keracunan menahun dengan gejala kolik usus ”wrist drop”stiping butir darah merah, anemi.
TEL didapatkan diperusahaan yang mengolah TEL. Pencampuran dengan bensin, tanki penyimpan TEL terutama waktu dibersihkan yang sering menimbulkan keracunan mendadak dengan gejala insomania, kekacauan pikiran, delirium dan mania.
14. penyakit yang disebabkan oleh flour atau senyawaan yang beracun.
Gas flour asam flour sangat korosif pada paru-paru. Absorbsi flour atau persenyawanya yang berlebihan menyebabkan terjadinya flourosia yang terlihat sebagai kelainan gigi dan tulang
15. penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida
penggunaan karbon disulfida adalah sebagai zat pelarut pda industri rayon dan pelarut lemak. Bahan ini merusak susunan saraf pusat dan tepi serta sistem kardiovaskuler dan hemopoetik
16. penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun
contoh senyawa ini antara lain metil klorida metil bromida karbontetraklorida tetrakloretan trikloritan dan klorftalen.
Sifat racunnya berbeda satu dengan yang lainnya yang paling beracun adalah tetrakloretan yag memiliki daya racun 9 kali karbon tetraklorida. Sedang yang paling terkenal adalah karrbontetraklorida banyak digunakan sebagai pelarut lemak dan karet, pembersihan oli pada mesin dan sebagai bahan pemadam kebakaran. Kerusaka orga karena karbontetraklorida ini sangat besar, yaitu berupa nefritis akut, nekrosis hepar, edema paru atau neuritis retrobulbaris. Untuk bahan seperti ini seharusnya dilakukan substitusi dengan bahan lain misalnya trikloretilen, yang relatif lebih tidak berbahay akan tetapi dapat duipakai untuk maksud yang
Duantara senyawa yang tergolong halogen hidrokarbon, terdapat senyawa yang berkhasiat sebagai racun serangga, yaitu DDT, Lindase, Aldrin, Dieldrin dan sebagainya. Yang paling beracun adalah aldrin, sedang DDT daya racunnya relatif lebih rendah
17. penyakit yang disebabkan oleh benzene atau homolognya yang beracun.
Keracunan benzene misalnya terjadi karena pecahnya aparat destilasi dipabrik ditandai dengan gejala kejang, koma dan kematian penderita. Pada keracunan menahun gejalanya berupa mual, anoreksia, kelemahan badan dan gugup yang diikuti anemi progresif dan tanda perdarahan organ tubuh sebagai menifestasi kerusakan sumsum tulang.
18. penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amino dari benzene atau homolognya yang beracun.
Contoh senyawa ini misalnya nitrobenzene, trinitrobenzene, trinitrotoluene, dinitrovenol, dinitro ortokesrol dan anilin.
Anilin digunakan sebagai tinta cetak, tinta untuk menandai bahan pakaian, cat, pembersih cat dan sintesa zat warna. Nitrobenzene merupakan bahan untuk pembuat anilin, bahan parfum pengganti bitter almonds. Keracunan anilin dan nitrobenzene mengakibatkan kerusakan sumsum tulag, butir darah merah dan mengoksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin.
Trinitrotoluen merupakan bahan yang dipakai dala industri amunisi merusak hampir setiap sel tubuh terutama sel hati, sumsum tulang, ginjal dan sering menimbulka kematian.
19. penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester lain asam nitrat.
Nitrogliserin atau asam nitrat dapat mengakibatkan kematian mendadak akibat kelainan jantung atau peredaran darah
20. penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol dan keton
metil alkohol dipakai sebagai pelarut cat, vernis dn sirsak, sintesa, bahan kimia dan zat anti beku. Keracunan ringan ditandai oleh perasaan lelah, sakit kepala, mual dan kekaburan penglihata. Pada tingkat keracunan sedang terdapat pula gejala depresi susunan saraf pusat, penglihatan kemungkinan buta baik bersifat sementara maupuin menetap. Sedang keracuna berat mengakibatkan pernafasan dangkal,sianosis, koma penurunan tekanan darah pelebaran pupil dan kematian karena kegagalan pernafasan. Pada keracunan menahun terjadi gangguan penglihatan yang diikuti kebutaan
etanol atau etil alkohol digunakan sebagai bahan pelarut, sintesis bahan lain dan untuk pembuat minuman keras. Gejala utama akibat keracunan bahan ini adalah depresi susunan saraf pusat
senyawa yang tergolong diol mengakibatkan depresi susunan saraf pusat, kerusakan ginjal, hati dan organ lainnya.
Pada keracunan keton terjadi iritasi selaput lendir dan kulit, depresi susunan saraf pusat, kerusakan hati dan ginjal.
21. penyakit yang disebabka oleh gas atau uap penyebab asfiksida seperti karboonmonoksida, hidrogen sianida atau derivat yang beracun hidrogen sulfida
asam sianida digunakan untuk fumigasi tikus dan sintesis bahan kimia
senyawa ini mula-mula merangsang pernafasan akan tetapi kemudian terjadi kelumpuhan pusat pernafasan.
Keracunan asam sulfida mengakibatkan anoksida dan kerusakan sel susunan saraf pusat. Asam sulfida dijumpai pada proses dekomposisi senyawa yang mengandung sulful, pada pengolahan minyak bumi dan penyamakan kulit. Pengaruhnya tergantung pada kadar diudara, misalnya padar kadar 1bds tidak menyebabkan bau, 50 bds menimbulkan gejala pusing, mual,batuk, mabuk, edema paru, konjungtifitas. Pada lebih dari 500 bds mengakibatkan kesadaran hilan, pernafasan dangkal dan lambat, serta kematian dalam waktu 30 – 50 menit.
Udara yang mengandung uap karbon disulfida dalam kadar 100-1000 bds menyebabka gelisah, rangsangan pada selaput lendir, mual, muntah dan kelumpuhan pernafasan.
Marcaptains dengan kadar tinggi dapat menimbulkan kejang dan demam, biasanya dijumpai pada proses pengolahan minyak bumi, dipertambangan dan dipabrik rayon
Sedang karbon monoksida yang terjadi akibat pembakaran tidak sempurna bahn karbon ataubahan yang mengandung karbon, umumnya mengakibatkan keracunan akut, kadar CO sebanyak 4000 bds dapat mematikan dalam waktu singkat. Gas ini mengikat hemoglobin menjadi karboksi hemoglobin yang mengakibatkan oksigen tidak dapat lagi diserap oleh darah. Gejala keracunan CO berupa sesak nafas, warna merah terang pada selaput lendir, serta hilangnya kesadaran.
22. penyakit yang disebabkan oleh penyebab kimiawi yang tidak termasuk golongan penyakit akibat kerja lainnya
sebagai contoh adalah dermatoses akibat kerja yang disebabkan oleh bahan kimia seperti asam dan garam anorganik, senyawa hidrokabon, oli, ter, bahan warna dan sebagainya.
23. kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasen dan persenyawaan, produk atau residu zat-zat tersebut.
24. kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
Asbes merupaka campuran berbagai silikat , diantaranya adalah magnesium silikat. Dijum[pai pada perusahaan yyang mengolah asbes, pemintalan asbes dan untuk keperluan bangunan. Bahan ini dapat mengakibatkan kanker patru dan mesotellisme pada lapisan pleura
.




UPAYA PENCEGAHAN

Terhadap penyakit akibat kerja, cara penanganan yang terbaik adalah melakukan pencegahan. Secara umum digunakan berbagai upaya pengendalian lingkunagn kerja seperti
a. Substiusi, yakni mengganti bahan berbahaya dengan bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali
b. Ventilasi umum yang dilakukan dengan mengalirkan udarakedalam ruang kerja agar kadar bahan yang berbahaya berkurang. Umumnya cara ini bermanfaat untuk mengatasi bahay gas dan uap asal kadar tidak terlalu besar, tetapi tidak tepat untuk fume dan debu
c. Metode basah untuk mengurangi tersebarnya debu dalam proses produksi
d. Isolasi, yakni memisahkan proses yang berbahaya dari pekerja atau unit lainnya
e. Ventilasi keluar setempat (local exhaust), dengan menggunakan alat penghisap agar bahan yang berbahay dapat dilairkan keluar
f. Perwatan rumah tangga yang baik (good hausekeeping), meliputi kebersihan , pembuanga sampah, pencucian dan penagturan tempat kerja yang aman.
g. Terhadap para pekerjka perlu dilaksanakan :
- pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
- pemeriksan kesehatan berkala da khusus untuk mengetahui apakah pekerjaan yang dilakukan telah menimbulkan gangguan, kelainan pada pekerja atau tidak.
- Pengunaan alat pelindung diri
- Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dan lain-lain
h. pengawasan dan pemantauan lingkunga kerja yang dilakukan secara teratur da terus menerus

DAFTAR PUSTAKA
Budiono A.M.S. Hiperkes dan eselamatan Kerja dalam industri kimia.
Seminar Teknik kimia Universitas Diponegoro Semarang 1986
Clayton , George D & Clayton, Florence E Patty’s Industrial Hygiene and toxicology Vol II A.A Wiley Interscience Publication, New Yor 1977
I L O. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety, Geneva 1983
Suma’mur PK, Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja,
Gunung Agung, Jakarta 1976
Suma’mur PK, Alex Papilaya, John s Nimpoeno, Sukaman, R.P. Sidabutar,
penayakit-penyakit Akibat Kerja. Hiperkasi grfindo Utama Jakarta 1985.